Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia atau yang disingkat LPPOM MUI adalah lembaga yang bertugas untuk meneliti, mengkaji, menganalisa dan memutuskan apakah produk-produk baik
pangan dan turunannya,
obat-obatan dan
kosmetika apakah aman dikonsumsi baik dari sisi
kesehatan dan dari sisi agama
Islam yakni
halal atau boleh dan baik untuk dikonsumsi bagi umat
Muslim khususnya di wilayah
Indonesia, selain itu memberikan rekomendasi, merumuskan ketentuan dan bimbingan kepada masyarakat.
Lembaga ini didirikan atas keputusan
Majelis Ulama Indonesia (MUI) berdasarkan surat keputusan nomor 018/MUI/1989, pada tanggal 26
Jumadil Awal 1409
Hijriah atau
6 Januari 1989.
Latar belakang agamawi
Alasan lembaga ini didirikan adalah bahwa ajaran agama Islam mengatur sedemikian rupa tentang makanan dan minuman. Makanan dan minuman dapat dikategorikan sebagai
halal,
haram, atau
syubhat. Bahan yang diharamkan dalam ajaran Islam adalah bangkai,
darah,
babi dan hewan yang disembelih dengan nama selain
Allah (
Al Qur'an Surat
Al Baqarah ayat 179) sedangkan minuman yang dikatagorikan haram adalah semua bentuk khamr (minuman yang memabukkan) (Al Qur'an Surat Al Baqarah 219). Para
ulama mendefiniskan khamr sebagai segala sesuatu, baik minuman atau wujud lain yang dapat menghilangkan akal dan digunakan untuk bersenang-senang sehingga dari definisi ini penyalahgunaan obat-obatan termasuk
obat bius termasuk dalam katagori khamr. Masalah ini dipandang sebagai masalah penting bagi umat Islam karena menyangkut masalah keyakinan dan
hukum syariat. Terlebih-lebih, pada masa kini banyak industri pangan, kosmetika, dan obat-obatan yang berkembang sesuai dengan kemajuan
teknologi sehingga dipandang perlu diperiksa apakah dibuat dengan atau mengandung unsur-unsur haram serta membahayakan bagi konsumen.
Sertifikasi Kehalalan
Sebagai lembaga otonom bentukan MUI, LPPOM MUI tidak berjalan sendiri. Keduanya memiliki kaitan erat dalam mengeluarkan keputusan. Sertifikat Halal merupakan langkah yang berhasil dijalankan sampai sekarang. Di dalamnya tertulis
fatwa MUI yang menyatakan kehalalan suatu produk sesuai dengan syariat Islam dan menjadi syarat pencantuman
label halal dalam setiap produk pangan, obat-obatan, dan kosmetika.
Syarat kehalalan produk tersebut meliputi:
Tidak mengandung
babi dan bahan bahan yang berasal dari babi
Tidak mengandung bahan-bahan yang diharamkan seperti; bahan yang berasal dari
organ manusia,
darah, dan kotoran-kotoran.
Semua bahan yang berasal dari hewan yang di
sembelih dengan
syariat Islam.
Semua tempat penyimpanan tempat penjualan pengolahan dan
transportasinya tidak boleh digunakan untuk babi; jika pernah digunakan untuk babi atau barang yang tidak halal lainnya terlebih dahulu dibersihkan dengan tata cara yang diatur menurut syariat.
Setiap produsen yang mengajukan sertifikasi halal bagi produknya harus melampirkan spesifikasi dan Sertifikat Halal bahan baku, bahan tambahan, dan bahan penolong serta bahan aliran proses. Surat keterangan itu bisa dari MUI daerah (produk lokal) atau lembaga Islam yang diakui oleh MUI (produk impor) untuk bahan yang berasal dari hewan dan turunannya.
Setelah itu, tim auditor LPPOM MUI melakukan pemeriksaan dan audit ke lokasi produsen yang bersangkutan serta penelitian dalam laboratorium yang hasilnya dievaluasi oleh rapat tenaga ahli LPPOM MUI yang terdiri dari ahli gizi, biokimia, pangan, teknologi pangan, teknik pemrosesan, dan bidang lain yang berkait. Bila memenuhi persyaratan, laporan akan diajukan kepada sidang Komisi Fatwa MUI untuk memutuskan kehalalan produk tersebut.
Tidak semua laporan yang diberikan LPPOM MUI langsung disepakati oleh Komisi Fatwa MUI. Terkadang, terjadi penolakan karena dianggap belum memenuhi persyaratan. Dalam kerjanya bisa dianalogikan bahwa LPPOM MUI adalah
jaksa yang membawa kasus ke
pengadilan dan MUI adalah
hakim yang memutuskan keputusan hukumnya.
Sertifikat halal berlaku selama dua tahun, sedangkan untuk daging yang diekspor sertifikat diberikan pada setiap pengapalan. Dalam rentang waktu tersebut, produsen harus bisa menjamin kehalalan produknya. Proses penjaminannya dengan cara pengangkatan Auditor Halal Internal untuk memeriksa dan mengevaluasi Sistem Jaminan Halal (Halal Assurance System) di dalam perusahaan. Auditor Halal tersebut disyaratkan harus beragama Islam dan berasal dari bagian terkait dengan produksi halal. Hasil audit oleh auditor ini dilaporkan kepada LPPOM MUI secara periodik (enam bulan sekali) dan bila diperlukan LPPOM MUI melakukan inspeksi mendadak dengan membawa surat tugas.
Kiprah internasional
Selain mengadakan sertifikasi halal di tingkat nasional, LPPOM MUI juga mengadakan kerja sama dengan lembaga sertifikasi halal di berbagai belahan dunia melalui
Dewan Halal Dunia (World Halal Council, WHC) yang dirintis sejak tanggal
6 Desember 1999. Tema besar yang diangkat dewan ini adalah masalah standarisasi halal termasuk prosedur maupun sertifikasinya, mengingat organisasi yang mengeluarkan sertifikat di berbagai negara memiliki prosedur dan standar yang berbeda-beda. Sebagai langkah awal, WHC menerapkan sertifikasi dan standarisasi halal yang digunakan di
Indonesia. WHC berniat mengajukan standar halal kepada lembaga internasional
WTO (World Trade Organization). Kantor WHC berkedudukan di
Jakarta.